Defrianto Tanius

Mulai hari ini seluruh wartawan di daerah telah mendapat kepastian untuk bersikap dalam menjalankan profesi sesuai UU No. 40 Tahun 1999.

Kepastian sikap ini tentu saja berkaitan dengan syarat Uji Kompetensi Wartawan, Organisasi Wartawan bahkan Pendaftaran Perusahaan Pers.

Keraguan sebagian wartawan dan perusahaan pers tersebut sebagai dampak panjangnya proses penetapan keputusan melalui lembaga peradilan yang bahkan sampai ke Mahkamah Agung.

Ratusan wartawan dan puluhan perusahaan pers di daerah, seakan terpengaruh oleh stigma dan atau upaya hukum dari sejumlah  jurnalis di tingkat pusat.

Penetapan Mahkamah Agung dan Pernyataan Dirjen Kominfo menjadikan "Pers Indonesia" semakin kokoh untuk bernaung di bawah Dewan Pers dan bergabung kepada organisasi yang telah dinyatakan menjadi konstituen Dewan Pers.

Sebagaimana dirilis ANTARA, Dewan Pers menyatakan membuka diri bagi seluruh insan pers serta pemangku kepentingan yang ingin terlibat dan memberi masukan terhadap peraturan-peraturan di bidang pers yang dibentuk oleh konstituen Dewan Pers dari sebelas organisasi perusahaan pers.

"Kalau, misalnya, ada yang merasa belum berpartisipasi atau dilibatkan dalam berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, merasa tidak puas, dan lainnya, monggo (silakan) saja, kami terbuka untuk bersama-sama menerima berbagai masukan," kata anggota Dewan Pers Ninik Rahayu kepada wartawan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu.

Menurutnya, masukan-masukan tersebut bernilai penting untuk melengkapi dan memperbaiki peraturan-peraturan di bidang pers yang ditujukan untuk mencapai kemerdekaan pers.

Adapun sebelas organisasi perusahaan pers yang menjadi konstituen Dewan Pers adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).

Berikutnya, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

Hal yang disampaikan Ninik ini juga merupakan tanggapan atas gugatan pengujian materi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang hari ini.

Dalam sidang pembacaan amar putusan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Rabu, MK membantah beberapa argumen yang diajukan pemohon, yakni tiga wartawan Heintje Grinston Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiarto Santoso. Mereka mengajukan uji materi UU Pers ke MK pada 12 Agustus 2021 lalu.

Salah satu argumen yang disampaikan oleh para pemohon adalah mereka menilai hanya Dewan Pers yang membuat aturan organisasi pers. Menurut MK, Dewan Pers memfasilitasi pembahasan bersama dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers.

Dalam hal itu, MK menilai tidak ada intervensi dari pemerintah ataupun Dewan Pers. Bahkan, menurut MK, fungsi memfasilitasi tersebut sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers.

MK juga membantah mengenai anggapan para pemohon yang menilai Pasal 15 ayat (2) UU Pers membuat Dewan Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers.

"Tuduhan monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar," kata Ketua MK Anwar Usman.

Dengan demikian, menurut Ninik, Dewan Pers sebagai lembaga independen yang memfasilitasi pembahasan bersama dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers itu selalu membuka diri bagi pihak-pihak yang merasa belum terlibat atau dilibatkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan di bidang pers.

Selanjutnya, dia memandang keputusan MK yang menolak gugatan pengujian materi UU Pers itu tidak hanya patut dihormati oleh insan pers, tetapi juga oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait demi memperjuangkan kemerdekaan pers.***)

Hingga, semenjak adanya kepastian ini, diharapkan terdapat kemudahan atau "fasilitas khusus" bagi wartawan untuk mengikuti seluruh aturan yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers.

Kategori bagi wartawan atau perusahaan pers yang layak untuk mendapatkan kemudahan dan atau fasilitas khusus tersebut tentu saja merupakan kewenangan dari Dewan Pers.***



 
Top